Surabaya | jurnalpagi.id
Pemilik UD. Asia di Jalan. Sasak No. 36 Ampel Kecamatan Semampir Kota Surabaya, yakni, Salim Fahri Aboubakar, di hadapkan ke meja hijau atas sangkaan peredaran obat Dis-Ereksi tanpa izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Dipersidangan, Jaksa Penuntut Umum JPU dari Kejaksaaan Negeri Surabaya, Siska, menghadirkan, Vannina Agustyani, S.Farm, APT, M.Farm., dari BPOM, guna dimintai keterangan sebagai Ahli.
Dalam keterangannya, Vannina, mengatakan, penilaian BPOM jamu yang dijual terdakwa tidak memiliki izin edar dan tak memiliki manfaat.
” Jamu tradisional tersebut, ada kandungan kimia, narkotika tidak boleh. Izin edar standar merupakan, kriteria karena tidak memenuhi keamanan dan tertuang di PP nomor 28, BPOM nomor 28 ,” ucapnya.
Lebih lanjut, Vannina, menyampaikan, terkait sanksi yang ditentukan yakni, kalau sanski-nya administrasi atau ada tingkatan berupa, peringatan kalau di langgar halnya sama maka bisa ke sanksi Yudisia atau karena peredaran dengan jumlah yang banyak.
” Sanksi-nya administrasi bisa meningkat ke Yudisia bukan hanya di administrasi saja dan ini, bisa di lihat pada Undang-Undang Cipta Kerja ,” tegasnya.
Adapun, larangan peredaran obat atau jamu tradisional yakni, mengandung bahan kimia atau obat hasil isolasi sintetik atau guna pengobatan dengan dosis tertentu harus menggunakan resep dokter maka tidak boleh pada jamu tradisional.
Penasehat Hukum terdakwa, menyinggung keterangan Ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yaitu, bahwa peraturan obat tradisional dilarang ada kandungan kimia. Hal ini, diamini oleh, Ahli Vannina.
Dalam BAP yang lain, Penasehat Hukum juga singgung terkait, pelaku usaha dilarang membuat dan impor jika kandungan obat hasil isolasi.
Vannina dalam tanggapan, terkait dengan Permenkes Ahli menjelaskan, Sidenafil adalah obat untuk Dis-Ereksi dan dosisnya kecil sekali. Sedangkan, kontradiksi nya, berefek pada gangguan jantung bahkan kematian.
Perihal, keterangan Ahli dalam BAP yakni, dampak penggunaan obat yang tidak ada izin edar adalah sangat berbahaya, parameternya seperti apa ?.
Ahli Vannina pun, menjelaskan, pasti berbahaya karena obat harus di resepkan dan ada dosisnya.
Penasehat Hukum terdakwa juga, meminta penjelasan Ahli bahwa hasil laboratorium di BPOM obat yang dimaksud bahan kimianya hanya satu.
Ahli Vannina, menerangkan, bahwa di Undang Undang Kesehatan yang dilarang adalah produk yang tidak memenuhi keamanan dan bisa dilihat dari tidak ada izin edar.
Vannina juga menyampaikan, jika pelaku usaha melanggar sekali kemudian meningkat ke Yudisia tidak lagi sanksi administrasi karena bahan dalam jumlah banyak.
Ahli menambahkan, pelaku usaha yang meneruskan dari orang tuanya namun, dari trend report peringatan berlanjut meski diteruskan oleh, terdakwa sebagai anaknya.
Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU, disebutkan, terdakwa mengelola toko yang
bergerak dalam bidang jual beli kosmetik, tasbih, oleh – oleh haji, obat bahan alam, obat tradisional.
Beberapa merk obat atau jamu yang dijual terdakwa diantaranya, madu lebah, madu ratu lebah, kadal mesir, jamu kuda larat, jamu hajar jahanam, jamu urat kuda, Vaseline, jamu pak kumis, jamu ramuan onta arab.
Masih dalam dakwaan, pada tanggal 11 September 2024, petugas Balai Besar POM di Surabaya, bersama Korwas PPNS Polda Jatim, melakukan, pemeriksaan di toko UD.Asia milik terdakwa.
Dari pemeriksaan penyidik Balai Besar POM Surabaya, mengirimkan, obat sediaan farmasi yakni, obat Hajar Jahanam Jamu Kuat, Produsen PJ.Zaut, Banyuwangi, Kemasan Botol guna dilakukan uji laboratorium.
Alhasil, uji laboratorium, di Laboratorium Forensik Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya, menyimpulkan, ditemukan kandungan bahan kimia Sidenafil.
Atau sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
No comments yet.