Permasalahannya bukan Soal Perempuan. Politisi saat ini masih kurang Memperjuangkan Para Perempuan secara Umum dan Perekrutan Para Perempuan Sebagai Kader Partai atau melek Politik tidak terlalu bagus Kaderisasinya.
Satu Jari Indonesia (SJI) mendorong atau mendukung lebih banyak perempuan menduduki posisi publik penting di ranah politik. Sehingga lebih mudah memperjuangkan kebijakan yang Pro Terhadap Para Perempuan.
Aktifis Sosial Yang kini menjadi Pengurus SJI (Satu Jari Indonesia) kota Surabaya yaitu SUHARNANIK atau Biasa dipanggil Yuk SRI LUMPUR istri Dari Cak Agus Lumpur mengatakan SJI Ingin membangun Keterwakilan Perempuan yang sudah digariskan oleh undang – undang yang bisa menempatkan perempuan pada posisi Publik.
Kita Dorong Pemerintah membuat kebijakan – kebijakan Publik yang membuat perempuan nyaman bisa menjalankan peran dosmetiknya dengan baik tetapi tetap memiliki ruang untuk membangun di ruang publik “Ujar Suharnanik Dari Satu Jari Indonesia (SJI) yang kini menjadi pengurus DPD Kota Surabaya. Satu Jari Indonesia.
Aktifis Sosial Suharnanik mengatakan bahwa masih perlu upaya serius untuk meningkatkan kompetensi dan integritas perempuan yang ingin terjun ke dunia politik. Antara lain lewat Pelatihan Kepempimpinan dan Bisa melalui lewat Satu Jari Indonesia (SJI).
Perempuan Bukan hanya Bertugas Di Kasur dan Dapur tapi saatnya kini Perempuan Terjun Ke Politik dan Melek Politik untuk Memperjuangkan Hak Hak Para Perempuan…(A/P)
Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.”…
“Orang buta politik begitu bodoh, sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya seraya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, dan rusaknya perusahaan nasional serta multinasional yang menguras kekayaan negeri.”
Begitu sindir Bertolt Brecht, seorang penyair Jerman yang hidup di abad ke-19 (1898-1956). (Op)
No comments yet.