Surabaya | jurnalpagi.id
Sidang lanjutan perkara kepailitan PT Mas Murni Indonesia Tbk, pemilik Garden Palace Hotel Surabaya, kembali digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (14/10/2025).
Sidang yang seharusnya menjadi ajang klarifikasi justru memunculkan deretan penolakan keras dari pihak debitur maupun kreditur terhadap rekomendasi yang dikeluarkan oleh hakim pengawas.
Persidangan berlangsung panas setelah kuasa hukum PT Mas Murni, Aldrian Vernandito, membeberkan dugaan sejumlah kejanggalan dalam proses verifikasi piutang dan rekomendasi pembubaran perusahaan. Aldrian menyebut tidak pernah ada pencocokan piutang antara kurator dan debitur, namun tiba-tiba muncul daftar piutang tetap dan rekomendasi pembubaran perusahaan.
“Tiba-tiba kurator mengeluarkan rekomendasi pengakhiran, lalu tiba-tiba juga hakim pengawas mengusulkan pembubaran. Padahal tidak ada verifikasi ulang seperti yang kami minta secara resmi,” tegas Aldrian usai sidang.
Lebih jauh, ia mempertanyakan kredibilitas surat rekomendasi yang menyebut pencocokan piutang telah dilakukan.
“Kapan kami mencocokan piutang? Itu pertanyaan besar yang sampai hari ini belum dijawab oleh kurator maupun hakim pengawas,” sambungnya.
Selain proses verifikasi, Aldrian juga menyoroti perubahan sikap pengadilan yang inkonsisten dalam memberikan akses terhadap dokumen.
“Sebelumnya Majelis memperbolehkan dokumen rekomendasi diminta melalui panitera, tapi saat kami minta, justru tidak diberikan. Ini membingungkan dan mengganggu transparansi hukum,” tambahnya.
Aldrian juga menyatakan bahwa pemanggilan sidang awal cacat hukum karena dilakukan bukan oleh juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara.
“Pemanggilan sidang bukan dilakukan oleh juru sita sehingga dari awal sudah cacat secara formil,” tegasnya.
Ia menilai tim kurator gagal melindungi hak-hak kreditur dan pemegang saham. Padahal, aset perusahaan seperti gedung di Embong Malang dan Garden Palace Hotel masih tersedia, namun tidak dimaksimalkan dalam proses pemberesan.
Tak hanya dari debitur, suara keberatan juga datang dari perwakilan kreditur. Kuasa hukum salah satu koperasi kreditur, Arief Syahrul Alam, mengungkap adanya laporan dugaan pemalsuan dokumen daftar piutang tetap yang telah disampaikan ke Polda Jawa Timur. Bahkan, ia menyebut bahwa kurator pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas perkara serupa.
“Ada dua laporan di Bareskrim dan biayanya diambilkan dari Boedel Pailit, masing-masing Rp1 miliar dan Rp1,5 miliar. Padahal enam kreditur lain belum dibayar, tapi kurator mengklaim sudah melakukan pemberesan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa prioritas pemberesan harusnya mengutamakan kreditur preferen seperti pajak dan buruh, bukan membebankan biaya hukum yang belum jelas dasarnya kepada aset pailit.
“Separatis punya hak Tanggungan, bagaimana dengan yang konkuren?” tegas Abah Alam.
Sebagai informasi, PT Mas Murni Indonesia Tbk merupakan perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 1994. Perusahaan bergerak di bidang perhotelan dan properti, dengan dua aset utama: Garden Palace Hotel di Jalan Yos Sudarso dan gedung di Jalan Embong Malang, Surabaya.
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik krisis keuangan perusahaan. Operasional hotel lumpuh, karyawan dirumahkan, hingga akhirnya beberapa eks-karyawan mengajukan permohonan PKPU atas dasar keterlambatan pembayaran pesangon. Meski sebagian kewajiban telah dibayar sesuai perjanjian, kesalahan teknis dalam proses transfer akibat rekening yang ditutup sepihak dijadikan dasar untuk mempailitkan perusahaan.
No comments yet.