Redaksi • Feb 23 2022 • 774 Dilihat
Jurnalpagi.id – Dugaan tindak pidana gratifikasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten pasuruan dalam proyek Pokir (pokok pikiran) yang diusut kejaksaan Negeri Pasuruan membuat banyak kalangan masyarakat meyakini ada oknum-oknum yang terlibat akan dijadikan tersangka.
Hal ini menyeruak ke permukaan setelah salah satu LSM di Pasuruan melakukan pengaduan ke Kejari Pasuruan dan akhirnya telah masuk ke tahap penyelidikan. Tahapan ini pun telah melalui proses panjang dimana ratusan kontraktor yang mengerjakan proyek Pokir dipanggil kejaksaan untuk dimintai keterangan.
Kejaksaan sendiri melanjutkan pendalaman kasus gratifikasi tersebut dengan mengagendakan untuk memanggil seluruh anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dengan tujuan untuk pengumpulan bahan keterangan dan data.
Menanggapi kinerja Kejari Pasuruan, Ketua LSM Merak (masyarakat Demokrasi Anti Korupsi), Mochammad Mochtar Hartadi mengaku senang dan optimis bahwa kasus tersebut akan dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Hartadi menyebutkan bahwa deretan kasus kerap terjadi dalam sebuah birokrasi akibat sebuah pemberian. Sering pula pemberian itu di anggap hanya sebagai “ungkapan terimakasih” baik itu berupa bonus atau komisi yang sadar tidak sadar itu sebuah tindak kejahatan (gratifikasi).
Menurutnya, Hal ini sebagaimana dijelaskan pada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 bahwa Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Namun pasal ini akan tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap Hartadi.
Selain itu, Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 juncto UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Sedangkan dalam Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 juncto UU No. 20/2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.
Dari penjelasan aturan hukum diatas maka sanksi yang diterima bagi para penerima gratifikasi yang termaktub dalam Pasal 12 UU No. 20/2001 di denda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dari penjelasan diatas maka, LSM Merak meminta kepada Kejari Pasuruan untuk serius melakukan pengusutan lebih mendalam untuk mengungkap jaringan bagi penyelenggara negara yang diduga melakukan gratifikasi khususnya dalam kasus Pokir. “Kami berjanji untuk terus mengawal kasus tersebut hingga ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum untuk mengungkap jaringan gratifikasi Pokir, karena untuk memenuhi rasa keadilan di masyarakat,” pungkas Hartadi. (ndi)
Surabaya | jurnalpagi.id Pada hari ini Jumat, 08 November 2024, kami Mahasiswa/i Fakultas Hukum Univ...
Surabaya | jurnalpagi.id Mahasiswa KKN MBKM(Merdeka Belajar Kampus Merdeka) Fakultas Hukum Universit...
Surabaya | jurnalpagi.id Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Fa...
Surabaya | jurnalpagi.id Sekolah Sepak Bola (SSB) Bintang Utama Surabaya memastikan lolos ke babak 1...
Surabaya | Jurnalpagi.id Indonesia saat ini telah memasuki usianya 79 tahun. Banyak perubahan yang t...
Surabaya | jurnalpagi.id Tim Kuasa hukum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Surabaya mendatangi Keja...
No comments yet.