TERKINI

DARI RAKYAT (BUKAN) UNTUK RAKYAT

Jul 13 2022278 Dilihat

Penulis : Anugrah Prasetyo
Aktifis Sosial Kota Surabaya

Perpolitikan di daerah ketika kita menjumpai banyak fenomena dan masalah yang beragam, semuanya bermuara dalam proses Demokrasi . Pileg. Pilpres dan Pilkada meniscayakan seorang kandidat menyusun visi dan misi, melakukan proses kampanye sebagai bentuk penegasan atas janji dan komitmen mereka terhadap masyarakat, dan melakukan konsolidasi politik sebagai bagian dari skema dan strategi pemenangan. Dalam Perspektif tersebut, ini merupakan hal yang wajar dan niscaya dalam setiap momentum Proses Demokrasi . Sehingga kita pun berharap proses demokrasi tersebut berjalan dengan efektif dan produktif. Marilah kita mencoba menelaah dan membandingkan janji-janji politik setiap kandidat disaat melakukan proses kampanye, dan pada waktu terpilih, ternyata ada banyak kejanggalan-kejanggalan yang akan kita dapatkan bersama. Pada akhirnya, janji politik itu hanyalah sebuah kata manis dan draft yang sifatnya normatif yang menipu publik…

salah satu hasil produksi undang-undang otonomi daerah. Berawal dari sebuah proses Reformasilah yang telah menjadi sejarah bagi hadirnya realitas perpolitikan di daerah. Menarik untuk kita ulas adalah pilkada itu berbeda dengan pilpres atau pemilihan legislatif. Ada ruang yang berbeda sehingga makna pilkada semakin menjadi harapan masyarakat di level grass root (paling bawah).

Oleh karenanya, Pilpres (Pemilihan Presiden)  meniscayakan lahirnya kepala Negara yang akan menjadi jembatan atau penyambung langsung bagi masyarakat dalam meraih cita-cita kesejahteraannya. Masyarakat di level bawah secara faktual sangat jarang mempertanyakan kinerja presiden atau anggota DPR-RI, akan tetapi mereka selalu menagih janji kepada kepala Negara  dan anggota DPRD yang mereka pilih. Hal itulah yang menjadi fakta menarik untuk di cermati secara serius…

Kenyataan tersebut hampir kita bisa dapatkan di semua daerah di Indonesia. Maka wajar ketika munculnya kritik dan sifat apriori terhadap pemerintah akibat dari hadirnya kenyataan tersebut.Selama hampir lebih dari satu dekade, tepatnya setelah rezim orde baru tumbang, kita hanya menyaksikan karnaval politik yang sangat menyesatkan. Banyak terjadi black campaign (kampanye illegal), money politik (pemberian suap), hingga saling melakukan pencitraan dimana-mana. Satu sisi kita sangat membutuhkan kerja keras para politisi (pejuang politik) untuk menyelesaikan problem-problem kedaerahan, tetapi disisi lain kita bagaikan masyarakat bagaikan anak kecil yang dininabobokkan dengan omongan-omongan keadilan, kesejahteraan, dan perbaikan-perbaikan lewat kampanye-kampanye menjelang pemilu. Namun nyatanya, tak satupun program yang berjalan secara kongkrit dan kontinyu.Inilah potret politisi di Republik ini. Mereka tak benar-benar memposisikan dirinya sebagaimana ‘wakil rakyat’ yang semestinya. Lalu pada akhirnya, janji-janji politik hanyalah formalitas dan hegemoni yang dibuat-buat belaka atau kebiasaan yang sangat mudah diucapkan tanpa ada tindak lanjut yang jelas.

Baca juga :  Perbedaan Partai Politik

“JANJI ADALAH HUTANG” mungkin kita sering mendengar istilah tersebut dari orang tua kita. Janji yang dulunya menjadi ucapan paling sakral bagi setiap orang, justru sekarang hanya menjadi sarana adu gagah belaka. Sebagai contoh, barangkali kita sudah lumrah melihat baliho-baliho yang terbentang sepanjang jalan, dengan berisijanji-janji politik dari seorang tokoh yang hendak maju mencalonkan diri sebagai bupati, gubernur, presiden atau bahkan calon DPR. Kitapun juga sudah sering mendengar janji-janji Politik itu lewat kampanye-kampanye yang sangat semarak begitu musim pemilu datang. Atau semisal janji para calon DPR saat kampanye yang berjanji kepada siswa kelas XII SLTA atau sederajat yang akan tamat sekolah jika calon tersebut menang, maka ia akan membantu apa yang mereka butuhkan disaat acara kelulusan. Memang pada kenyataannya calon tersebut menang, dan ketika hendak ditagih janji sucinya, ia menghelak dengan alasan “maaf, saya belum di lantik. Digaji-pun belum”. Mungkin Juga memblokir no tim pemenangannya atau Melupakan Perjuangan tim nya…

Dari contoh tersebut, dapat ditafsirkan bahwa ucapan janji atau Perilaku bagi para calon penguasa adalah suatu keharusan yang mutlak untuk menarik dan mengumpulkan suara yang banyak, dan bukti dari janji tersebut adalah suatu keharusan yang relative dan harus sesuai dengan kemampuannya sendiri…

Untuk Pesta Demokrasi selanjutnya di 2024. Kita Pilih Mereka yang benar benar Konsisten dan Amanah disaat mendapatkan Amanah dan tidak perlu mendukung Mereka yang mengabaikan Perjuangan orang lain disaat membantu mendapatkan sebuah Amanah…

Share to

Related News

Mahasiswa KKN Fakultas Hukum Untag Surab...

by Okt 18 2024

Surabaya | jurnalpagi.id Kelurahan Wonorejo bersama Mahasiswa KKN MBKM(Merdeka Belajar Kampus Merdek...

GSNI Surabaya Gelar Acara Pelatihan Kepe...

by Feb 04 2024

Jurnalpagi.id | Surabaya Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) DPC Surabaya Pada Sabtu, (27/10/202...

Seribu Jurus Serang Anies Baswedan Setel...

by Feb 14 2023

Jakarta, jurnalpagi.id – Anies Baswedan menngantongi tiket pemilihan presiden (Pilpres) 2024, ...

Hentikan Kristenisasi Dalam Birokrasi DO...

by Feb 12 2023

Papua – Didalam sistem birokrasi Daerah Propinsi Baru (DOB) Propinsi Papua Pegunungan tidak bo...

Besarnya Parpol karena Orang orang Lapan...

by Jul 20 2022

Penulis : Anugrah PrasetyoSatu Jari Indonesia Kesuksesan “blusukan” kader Partai politik ke temp...

Pemimpin Tidak Harus Menjadi Pimpinan

by Jul 12 2022

Penulis : Anugrah PrasetyoAktifis Sosial Kota Surabaya Jiwa pemimpin merupakan salah satu aspek pent...

No comments yet.

Sorry, the comment form is disabled for this page/article.
back to top