Redaksi • Mar 18 2025 • 60 Dilihat
Penulis Artikel : Muhammad Aldi Kurniawan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Surabaya | jurnalpagi.id
Pada era digital ini, aktivitas manusia sendiri tidak hanya berada di kehidupan nyata melainkan juga dalam bentuk digital. Jejak aktivitas yang ditinggalkan manusia tidak hanya berupa kertas melainkan juga jejak aktivitas yang berada di digital atau elektronik. Sehingga kejahatan juga menjadi tidak terbatas hanya pada kehidupan nyata melainkan juga pada data elektronik.
Data elektronik ini sering kali digunakan dalam persidangan menjadi bukti. Hal ini diatur pada Pasal 5 ayat (1) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan sehingga informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetak elektronik termasuk alat bukti hukum yang sah dalam persidangan.
Namun, tidak semua bukti elektronik dapat menjadi bukti dalam persidangan. Sebagai contoh kasus yaitu kasus tindak pidana penggelapan jabatan. Seorang manajer operasional perusahaan (x) didakwa melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP, dengan modus melakukan transaksi keuangan menggunakan rekening pribadinya alih-alih rekening perusahaan. Sebagai bentuk pembelaan, x mengklaim bahwa transaksi tersebut dilakukan atas perintah langsung dari pemilik perusahaan, dengan menunjukkan bukti screenshot percakapan WhatsApp antara dirinya dan pemilik perusahaan.
Namun, hakim menolak bukti tersebut karena tidak didukung oleh analisis digital forensik. Screenshot percakapan WhatsApp tidak dapat diterima sebagai alat bukti tanpa adanya uji digital forensik untuk melakukan verifikasi mengenai keasliannya.
Dalam kasus ini, bukti screenshot percakapan whatsapp yang merupakan bukti surat yang diajukan penasehat hukum x tidak diperiksa dengan digital forensik di persidangan. Dalam keterkaitan mengenai keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara, tidak digunakannya digital forensik juga berdampak pada kasus ini, yakni dalam kasus ini hakim menyatakan bahwa, bukti surat yang diajukan penasehat hukum x tidak dapat digunakan sebagai alat bukti karena dalam prosesnya tidak dibuktikan keasliannya melalui uji digital forensik.
Digital forensik merupakan proses mengumpulkan dan menganalisis bukti digital dengan cara menjaga integritas dan penerimaannya di pengadilan. Digital forensik sendiri merupakan keilmuan dalam bidang forensik. Hal ini biasanya digunakan untuk melakukan penyelidikan kriminal dan sipil. Hasil bukti analisis yang dilakukan berupa foto, video, pesan percakapan, rekaman percakapan, metadata file hingga pemulihan data yang telah dihapus. Dalam kasus yang diuraikan di atas, forensic digital digunakan untuk memastikan apakah percakapan WhatsApp tersebut asli atau telah dimanipulasi.
Dengan demikian, peran dan fungsi digital forensik sangat penting. Sehingga, bukti digital harus dilakukan proses digital forensik karena bentuknya yang elektronik, mudah digandakan dan mudah diubah. Kerentanan bukti yang sering kali digandakan dan dimanipulasi maka diperlukan pengujian terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik untuk menyelidiki bukti elektronik agar terverififikasi keasliannya sehingga dapat dihadirkan sebagai alat bukti yang sah di persidangan sama seperti bukti lainnya. Adanya foresik digital ini menjadi bantuan sebagai alat penegak hukum untuk membantu menyelidiki kejahatan yang terjadi di ruang digital.
Sesuai Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024 Tentang perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 tahun 2008, digital forensik dapat digunakan untuk mengungkap bukti kejahatan digital maupun konvensional yang memiliki barang bukti elektronik atau digital.
Bukti digital yang telah melakukan prosedur digital forensik lebih dapat dipertanggungjawabkan karena ada penerapan metode ilmiah dan analisis teknologi.
Hasil pemeriksaan digital forensik yang digunakan di persidangan dimasukkan sebagai alat bukti surat serta alat bukti keterangan. Sehingga, bukti digital forensik yang dihadirkan dalam persidangan dapat membantu hakim dalam mengambil keputusan dengan mengevaluasi dan berdasarkan kesesuaian alat bukti yang diajukan dan memeriksa hubungannya dengan setiap unsur pasal yang didakwakan.
Dalam kasus yang telah diuraikan di atas, tidak adanya digital forensik terhadap bukti yang diajukan menjadikan keabsahan bukti elektronik dapat diragukan. Sehingga mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memutus x yang akhirnya terbukti bersalah.
Oleh karenanya, dalam kasus – kasus yang melibatkan bukti digital atau elektronik penggunaan metode digital forensik diperlukan agar bukti-bukti tersebut memiliki kekutan hukum yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan saat di pengadilan.
Penulis Artikel : Shaskia Nabilla Miranda, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Gusti Rizky Dwi Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Farah Salsabilla Azura Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945...
Penulis Artikel : Tegar Satria DewaMahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas 17 ...
Penulis Artikel : Seza Aulia Gusti Kurnia, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Aradania Larasati Budiman, Dwi Natalia, Joanne Krisna Immanuella – Mahasiswa...
No comments yet.