Surabaya | jurnalpagi.id
September Hitam, sebuah kalimat yang akan terus mengingatkan kita kembali kepada beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.
September hitam bulan penuh nestapa nan mengoyak hati, karena banyaknya kasus pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan menjadi bulan sakral bagi para aktivis aktivis indonesia. mulai dari tragedi ‘65, peristiwa Tanjung Priok, Tragedi Semanggi II, pembunuhan munir, hingga Aksi Reformasi dikorupsi menjadikan bulan ini sebagi simbol ketidak adilan dan kejahatan HAM Indonesia
Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) menyelenggarakan Diskusi mengenai September Hitam yang membahas tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Sejarah Gerakan Pemuda dan Peran Pemuda, Surabaya (23/09/2023).
GSNI sebagai organisasi pelajar, mengajak para siswa untuk mengilhami serta mengimplementasikan sejak dini akan pentingnya keadilan melalui diskusi mengenai Sejarah Gerakan Pemuda : September Hitam
Keadilan merupakan salah satu elemen penting yang harus mampu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh pemangku kebijakan maupun masyarakat. Istilah September Hitam seakan menyadarkan dan memunculkan semangat kita untuk terus menggaungkan apapun yang berkenaan dengan keadilan.Sebagaimana kata Soekarno, “Nasionalisme saya tak lain adalah memanusiakan manusia. Sehingga untuk mewujudkan rasa nasionalisme, kita tak bisa melupakan nilai-nilai dalam humanisme itu sendiri” Ujar Raqin Rafa Raditya sebagai Narasumber
Menurut A.A. Gede Indrayana Kaniska Ketua DPC GSNI Surabaya tantangan pelanggaran HAM juga tantangan bagi pelajar, tantangan pelanggaran HAM adalah panggilan untuk bergerak maju. mari kita belajar dari masa lalu, menganalisis keganjilan yang terjadi, dan bekerja sama menuju masa depan yang lebih baik. Berharap dimasa yang akan datang nanti tidak ada lagi terulang tragedi Pelanggaran Hak Asasi Manusia
“September Hitam menjadi momentum yang memperingatkan negara untuk bertanggung jawab menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu” Pungkasnya.
No comments yet.