Redaksi • Mar 16 2025 • 105 Dilihat
Penulis Artikel : Fani Kurniawati, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Surabaya | jurnalpagi.id
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang terjadi sengketa perdata yang timbul akibat adanya pelanggaran terhadap perjanjian yang dikenal dengan istilah wanprestasi. Sengketa perdata, khususnya kasus wanprestasi kerap muncul akibat pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap perjanjian yang telah disepakati antara dua pihak. Kasus-kasus wanprestasi ini sering kali memerlukan penyelesaian hukum melalui pengadilan. Prosedur yang panjang dan rumit seringkali menjadi kendala bagi para pihak yang ingin menyelesaikan kasus dengan cepat dan biaya yang terjangkau. Namun, untuk kasus-kasus yang sederhana dan melibatkan jumlah kerugian yang relatif kecil, proses penyelesaiannya dapat dilakukan melalui mekanisme gugatan sederhana. Gugatan sederhana ini dirancang sebagai alternatif yang lebih cepat dan efisien untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui proses panjang seperti gugatan perdata biasa.
Gugatan sederhana ini sendiri adalah mekanisme penyelesaian perkara perdata yang ditujukan untuk kasus-kasus dengan tingkat kompleksitas rendah dan nilai sengketa yang tidak terlalu besar. Gugatan ini merupakan bentuk prosedur yang lebih cepat, sederhana, dan efisien dibandingkan dengan gugatan perdata biasa. Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Gugatan sederhana merupakan gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana.
Penyelesaian dengan gugatan sederhana hanya bisa digunakan untuk perkara ingkar janji (wanprestasi) dan/atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Perkara ingkar janji (wanprestasi) merupakan perkara yang timbul akibat tidak dipenuhinya sebuah perjanjian, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis. Perkara PMH adalah perkara yang timbul akibat dirugikannya satu pihak akibat tindakan pihak lain, tidak ada perjanjian sebelumnya.
Namun demikian, tidak semua perkara ingkar janji dan PMH dapat diselesaikan melalui penyelesaian gugatan sederhana, seperti halnya yang telah diatur dalam Pasal 3 Perma Nomor 4 Tahun 2019. Perkara yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme ini antara lain :
● Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan, seperti persaingan usaha sengketa konsumen dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
● Perkara yang berkaitan dengan sengketa hak atas tanah.
Penyelesaian melalui gugatan sederhana digunakan apabila telah memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut merupakan kriteria untuk menentukan masuk atau tidaknya sebuah perkara pada mekanisme gugatan sederhana sebagai berikut :
● Masing-masing satu penggugat dan tergugat yang merupakan orang perseorangan atau badan hukum. Penggugat maupun tergugat dapat lebih dari satu apabila memiliki kepentingan hukum yang sama;
● Penggugat dan tergugat berada dalam daerah hukum yang sama.
● Jenis perkara berupa ingkar janji ataupun perbuatan melawan hukum, kecuali untuk perkara yang telah dikecualikan, sengketa atas tanah dan/atau perkara yang masuk yurisdiksi pengadilan khusus
● Nilai gugatan materiil paling banyak Rp 500.000.000,00
Apabila keseluruhan persyaratan tersebut dipenuhi, maka perkara perdata yang diajukan ke pengadilan akan diselesaikan melalui penyelesaian gugatan sederhana. Apabila ada persyaratan yang tidak terpenuhi, maka gugatan dikembalikan kepada penggugat.
Adapun satu contoh kasus yang dapat diselesaikan dengan menggunakan gugatan sederhana ini, yaitu seperti pada putusan No. X/Pdt. G.S/2023/PN Mjk yang mana DH adalah warga Negara Indonesia, yang berdomisili di Dusun Glatik, Kec. Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Pada tanggal 8 April 2023 telah terjadi perjanjian utang piutang antara DH (Kreditur) dan NB (Debitur), sebagaimana surat pernyataan peminjaman uang untuk dipergunakan sebagai modal ternak semut yang dibuat oleh NB dengan rincian yaitu;
● Nominal sebesar Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) dan telah diterima secara tunai dengan kuitansi tanda terima uang sebesar Rp. 65.000.000,00 pada tanggal 8 April 2023;
● NB (Debitur) berjanji akan mengembalikan uang tersebut dalam kurun waktu 1 (satu) bulan, dengan jatuh tempo pengembalian pada tanggal 10 Mei 2023
● Pinjaman tersebut akan digunaka untuk usaha ternak semut.
Setelah lewat jangka waktu 1 (satu) bulan atau batas pengembalian peminjaman uang pada tanggal 10 Mei 2023, NB (Debitur) tidak memberikan kabar perihal pengembalian uang yang telah diperjanjikan. DH (Kreditur) telah berusaha menghubungi NB (Debitur), baik melalui telepon dan chat whatsapp dengan tujuan untuk mengingatkan agar segera melakukan pembayaran pinjaman uang tersebut. Akan tetapi, tidak ada jawaban kepastian pembayaran peminjaman uang tersebut. DH (Kreditur) telah mengajukan beberapa surat peringatan atau somasi kepada NB (Debitur).
Akhitnya pada tanggal 12 Oktober 2023, NB (Debitur) telah bertemu dengan DH (Kreditr) dan berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut, bahwa :
● NB (Debitur) bersedia mengembalikan seluruh uang milik DH (Kreditur) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak pertemuan tersebut dengan mekanisme mencicil;
● NB (Debitur) bersedia memberikan jaminan berupa Sertifikat Hak Milik No.1431/ Desa Kembang Ringgit, Kec. Pungging, Kab. Mojokerto atas nama NB (Debitur).
Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada realisasinya hingga 1 tahun terganti.
Dapat kita cermati bersama, bahwa isi surat perjanjian yang telah dibuat oleh NB (Debitur) adalah sah menurut hukum. Karena sesuai dengan peraturan perjanjian pinjam pakai habis, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata jo Pasal 1756 KUHPerdata jo Pasal 1338 KUHPerdata. Dapat di katakan pula, perbuatan wanprestasi
(ingkar janji) telah dilakukan oleh NB (Debitur) sesuai sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 1238, 1243, dan 1239 KUHPerdata.
Dari uraian fakta hukum diatas, untuk penyelesaian perkara kita dapat mengajukan gugatan sederhana ke Pengadilan Negeri (PN) sesuai domisili yang sama dengan penggugat dan tergugat, aturan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
“Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama”.
DH (Kreditur) selanjutnya dapat menggugat NB (Debitur) melalui kuasa hukumnya dengan menggunakan gugatan sederhana. Perlu diingat, kuasa hukum yang dipilih oleh penggugat harus berdomisili yang sama dengan tergugat. Gugatan ini dapat diajukan dengan menyertakan bukti berupa surat dokumen atau catatan, keterangan orang lain atau saksi, keterangan ahli, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Catatan penting sebelum melakukan gugatan di pengadilan adalah bahwa pengadilan akan memenangkan gugatan tergantung pada alasan/dalil dan kekuatan bukti-bukti yang dimiliki. Pengadilan akan memutus bahwa pihak yang kalah harus membayar biaya perkara dan melaksanakan perintah Pengadilan sesuai dengan isi amar putusan hakim, diantaranya seperti membayar sejumlah uang memenuhi perjanjian atau menyerahkan suatu barang. Tidak lupa, penggugat juga harus memastikan bahwa persyaratan untuk mengajukan gugatan sederhana terpenuhi dan seluruh barang bukti telah didaftarkan di pengadilan serta telah di legalisir dengan menempelkan materai pada bukti surat/dokumen, hal ini sesuai dengan Pasal
2 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan Permenkeu No.70/PMK.03/2014 tertanggal 25 April 2014.
Setelahnya, penggugat dapat mendaftarkan gugatan di kepaniteraan pengadilan sesuai domisili dan mengisi formulir gugatan sederhana, serta membayar panjer biaya perkara yang telah ditentukan. Setelah gugatan didaftarkan, para pihak baik penggugat maupun tergugat akan menunggu panggilan dari pengadilan dan pengadilan akan menentukan hakim untuk memutus perkara. Hakim yang terpilih akan segera menentukan hari pertama sidang.
Selama jalannya persidangan, hal pertama yang akan dilakukan hakim adalah memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak. Lalu hakim akan mengupayakan penyelesaian perkara secara damai kepada para pihak. Jika upaya perdamaian ini tercapai, maka hakim akan membuat putusan akta perdamaian. Namun, jika upaya perdamaian tidak tercapai, maka hakim akan mulai mendengarkan gugatan yang disampaikan oleh penggugat dan jawaban dari tergugat. Apabila tergugat tidak membantah gugatan yang diajukan, maka tidak akan ada proses pembuktian dan hakim akan memutus berdasarkan apa yang diajukan oleh penggugat.
Apabila tergugat membantah apa yang diajukan oleh penggugat, maka akan dilanjutkan dengan pembuktian. Setelah proses pembuktian selesai, hakim akan membuat
putusan. Putusan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari yang sama dengan pembuktian atau pada persidangan berikutnya. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Dalam gugatan sederhana, putusan berkekuatan hukum tetap apabila:
Proses penyelesaian perkara perdata wanprestasi melalui gugatan sederhana memberikan solusi cepat dan efisien bagi masyarakat yang ingin menyelesaikan sengketa secara hukum. Dengan prosedur yang lebih singkat, biaya yang relatif terjangkau, dan keputusan yang dapat segera dieksekusi, gugatan sederhana menjadi alternatif yang lebih praktis bagi kasus-kasus perdata dengan nilai tuntutan yang terbatas. Keberadaan mekanisme ini mempercepat peradilan dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat terhadap keadilan.
Dengan adanya mekanisme gugatan sederhana, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan jalur hukum ini untuk menyelesaikan sengketa perdata dengan lebih mudah, cepat, dan hemat. Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen sistem peradilan dalam memberikan akses yang lebih inklusif bagi pencari keadilan. Meskipun sederhana, proses ini tetap menjunjung tinggi asas-asas hukum yang adil dan transparan, memberikan solusi efektif bagi kasus wanprestasi dengan skala kecil. Semoga dengan optimalnya pemanfaatan gugatan sederhana, sistem peradilan dapat semakin mendekatkan diri dengan kebutuhan masyarakat, menciptakan keadilan yang merata dan responsif.
Penulis Artikel : Shaskia Nabilla Miranda, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Gusti Rizky Dwi Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Muhammad Aldi Kurniawan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Farah Salsabilla Azura Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945...
Penulis Artikel : Tegar Satria DewaMahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas 17 ...
Penulis Artikel : Seza Aulia Gusti Kurnia, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
No comments yet.