Redaksi • Mar 16 2025 • 111 Dilihat
Penulis Artikel : Rifky Ramadhan Asmono, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Surabaya | Jurnalpagi.id
Dunia advokat sering kali dianggap sebagai profesi yang bergengsi dengan perdebatan sengit di ruang sidang. Namun, di balik itu semua, ada kerja keras yang jarang terlihat oleh publik. Advokat tidak hanya bertugas membela klien di pengadilan, tetapi juga memberikan konsultasi hukum, menyusun dokumen, serta menangani berbagai administrasi hukum lainnya.
Selama beberapa waktu terakhir, saya berkesempatan untuk magang di Kantor Advokat Dr. Abdul Salam, S.H., M.H. & Associates, sebuah firma hukum yang menangani berbagai kasus perdata maupun pidana. Pengalaman ini membuka mata saya tentang bagaimana hukum bekerja dalam praktik, mulai dari menyusun dokumen hukum hingga mengamati langsung jalannya persidangan. Magang ini juga memperdalam pemahaman saya mengenai etika profesi advokat sebagaimana diatur dalam Kode Etik Advokat Indonesia (Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2023).
ETIKA: PONDASI UNTAMA DALAM DUNIA ADVOKAT
Salah satu hal yang utama di tekankan ketika saya magang di Kantor Abdul Salam & Assosiates, bahwa etika adalah nomor satu dalam profesi advokat. Seorang advokat tidak hanya cerdas secara hukum, tetapi juga harus memiliki penampilan yang menarik dan gaya bicara yang sopan.
“Sebagai advokat, kita tidak hanya berbicara hukum, tetapi juga harus bisa membangun kepercayaan, dari cara berpakaian yang rapi hingga tutur kata yang sopan, semuanya berpengaruh pada bagaimana kita dihormati didunia hukum,” ujar Dr. Abdul Salam, S.H., M.H.
Hal ini berjalan dengan kode etika advokat Indonesia, yang menekankan bahwa advokat harus menjaga martabat dan kehormatan profesinya, baik didalam maupun di luar persidangan.
Selain itu, salah satu pembina lapangan lapangan saya juga memberikan nasihat penting. Menurutnya, seorang advokat harus terus meningkatkan wawasan hukum dengan banyak membaca buku hukum, buku Sejarah, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sebagai panduan bebahasa yang baik dan benar.
“Advokat yang baik adalah advokat yang terus belajar, bacalah buku-buku hukum untuk memahami bagaimana hukum berkembag, serta gunakan bahasa yang benar agar argument kita semakin kuat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman,” ujar Anita, S.H., M.H.
Saran ini mengingatkan saya bahwa seorang advokat bukan hanya seorang praktisi, tetapi juga seorang intelektual yang harus selalu memperkaya pemahamnnya tentang hukum
TANTANGAN DALAM MENYUSUN DOKUMEN HUKUM
Sebagai mahasiswa hukum, teori yang dipelajari di kelas sering kali terasa abstrak hingga benar-benar diterapkan dalam praktik. Salah satu tugas utama saya selama magang adalah menyusun surat gugatan dalam kasus wanprestasi, di mana seorang klien mengalami kerugian finansial akibat pelanggaran perjanjian oleh pihak lain.
Dalam kasus ini, klien menuntut pengembalian dana pribadi sebesar Rp 94.000.000 serta ganti rugi akibat pencairan dana termin kedua yang tidak dilakukan sesuai kesepakatan. Proses penyusunan gugatan ini mengharuskan saya untuk merujuk pada Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang wanprestasi, yang menyatakan bahwa debitur dianggap lalai jika ia tidak memenuhi kewajibannya setelah diberikan peringatan.
Dari tugas ini, saya belajar bahwa setiap pernyataan dalam gugatan harus memiliki dasar hukum yang jelas. Kesalahan kecil dalam redaksi dokumen bisa berakibat fatal bagi posisi klien di pengadilan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudikno Mertokusumo (2010:57) yang menyatakan bahwa “ketelitian dalam penyusunan gugatan menentukan peluang keberhasilan dalam proses peradilan.”
Selain itu, saya juga belajar pentingnya memahami psikologi klien. Seorang advokat tidak hanya harus menguasai hukum, tetapi juga mampu memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada kliennya. Kepercayaan ini menjadi kunci utama dalam membangun hubungan profesional yang baik antara advokat dan klien (Patricia Hewitt, 2016:103).
MENGAMATI PROSES PERSIDANGAN: STRATEGI DAN KEADILAN
Salah satu pengalaman paling berharga selama magang adalah kesempatan untuk mengamati langsung proses persidangan. Saya melihat bagaimana seorang advokat harus menyusun argumen yang tajam, bernegosiasi dengan hakim dan jaksa, serta menghadapi berbagai dinamika di ruang sidang.
Dr. Abdul Salam, S.H., M.H., sebagai pimpinan sekaligus advokat senior di kantor ini, menekankan bahwa beracara di pengadilan bukan hanya soal menguasai hukum, tetapi juga soal strategi. “Menjadi advokat itu tidak cukup hanya pintar, tapi juga harus punya strategi dan keberanian,” ujarnya dalam salah satu diskusi dengan kami, para mahasiswa magang.
Dari pengamatan di persidangan, saya menyadari bahwa dunia advokat menuntut kombinasi antara kecerdasan hukum, keterampilan berbicara, dan kemampuan berpikir cepat. Dalam beberapa kasus, negosiasi di luar sidang bahkan bisa lebih menentukan hasil akhir daripada perdebatan di pengadilan. Ini sejalan dengan teori Alternative Dispute Resolution (ADR) yang menekankan pentingnya penyelesaian sengketa di luar jalur litigasi guna mencapai win-win solution (Black’s Law Dictionary, 2019).
Selain itu, saya juga melihat bagaimana advokat harus sigap dalam menanggapi argumen lawan. Berdasarkan prinsip due process of law, setiap pihak dalam persidangan memiliki hak yang sama untuk mengajukan bukti dan membela diri (UUD 1945 Pasal 28D ayat 1). Oleh karena itu, seorang advokat harus benar-benar memahami setiap detail kasus agar dapat memberikan pembelaan terbaik bagi kliennya.
Namun, Pembina lapangan saya, Achter Saldy, S.H. memberikan perspektif yang lebih luas tentang tugas seorang advokat. Menurutnya, advokat sejati tidak boleh memandang bulu dalam membela keadilan.
“Sebagi Advokat, kita tidak boleh hanya focus pada klien yang mampu membayar, ketika ada seseorang yang membutuhkan bantuan hukum tetapi tidak punya apa-apa, kita harus tetap membantu dengan totalitas. Itu adalah tugas seseorang advokat professional,” ujar Achter Saldy, S.H.
Pernyataan ini mengigatkan ketika saya dibangku kuliah pada matkul etika profesi, dimana dosen menjelaskan tentang “Pro Bono Publico“ yang berarti kepentingan umm. Dimana menekankan bahwa advokat memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan batuan hukum bagi Masyarakat yang kurang mampu
PELAJARAN BERHARGA DARI PENGALAMAN MAGANG
Pengalaman magang di Kantor Advokat Dr. Abdul Salam & Associates memberikan banyak pelajaran berharga bagi saya sebagai mahasiswa hukum. Saya tidak hanya belajar tentang aspek teknis dalam penyusunan dokumen hukum, tetapi juga tentang bagaimana seorang advokat harus membangun hubungan dengan klien, menghadapi tantangan di pengadilan, serta menjaga integritas dalam profesinya.
Dunia hukum ternyata jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di buku teks. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam setiap kasus, mulai dari aspek hukum hingga strategi komunikasi. Magang ini juga mengajarkan saya bahwa menjadi advokat bukan hanya soal memenangkan kasus, tetapi juga soal memperjuangkan keadilan dengan cara yang etis dan profesional. Hal ini sesuai dengan prinsip officium nobile, yang menekankan bahwa profesi advokat adalah profesi yang mulia dan memiliki tanggung jawab besar kepada masyarakat (Freeman, Michael D.A., 2008:145).
Bagi mahasiswa hukum yang bercita-cita menjadi advokat, pengalaman magang seperti ini sangat berharga. Dunia hukum bukan hanya tentang menghafal pasal-pasal dalam undang-undang, tetapi juga tentang bagaimana menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dengan pengalaman ini, saya semakin yakin bahwa dunia advokat adalah jalan yang ingin saya tempuh di masa depan.
Penulis Artikel : Shaskia Nabilla Miranda, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Gusti Rizky Dwi Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Muhammad Aldi Kurniawan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
Penulis Artikel : Farah Salsabilla Azura Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945...
Penulis Artikel : Tegar Satria DewaMahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas 17 ...
Penulis Artikel : Seza Aulia Gusti Kurnia, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...
No comments yet.