TERKINI

Locus Delicti Dalam Kasus Pencemaran Nama Baik di Media Sosial

Mar 16 2025130 Dilihat

Penulis Artikel : Amelia Lovinendra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Surabaya | jurnalpagi.id

Dalam era digital yang serba terhubung saat ini, kasus pencemaran nama baik semakin marak dan kompleks. Media sosial, platform daring, dan komunikasi digital lainnya memberikan ruang bagi penyebaran informasi secara cepat dan luas, baik yang benar maupun yang salah. Salah satu aspek yang sering menjadi sorotan dalam kasus pencemaran nama baik adalah penentuan locus delicti yaitu tempat terjadinya perbuatan pidana tersebut. Apakah pencemaran nama baik terjadi di tempat asal penyebaran informasi, di tempat korban tinggal, atau di tempat lain yang terhubung dengan perbuatan tersebut?

Seperti yang sudah banyak diketahui pencemaran nama baik adalah tindakan merendahkan, menyebarkan informasi tidak benar, atau menyerang kehormatan seseorang. Pada artikel ini penulis akan membahas salah satu bentuk perbuatan pencemaran nama baik di media sosial. Pencemaran nama baik di media sosial merujuk pada tindakan menyebarkan informasi yang salah, fitnah, atau merendahkan martabat seseorang atau entitas melalui platform digital seperti Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, WhatsApp dan lain sebagainya. Dengan kemudahan akses dan jangkauan luas yang dimiliki media sosial, tindakan ini dapat dengan cepat tersebar ke banyak orang dan menyebabkan dampak yang signifikan terhadap reputasi korban. Pencemaran nama baik di media sosial bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti penyebaran rumor, komentar negatif yang tidak berdasar, foto atau video yang dimanipulasi, serta postingan atau status yang menyerang kehormatan seseorang secara langsung atau tidak langsung. Karena sifat media sosial yang viral dan mudah diakses oleh siapa saja, korban seringkali merasa kesulitan untuk mengendalikan dampak dari informasi yang telah tersebar.

Pencemaran nama baik yang terjadi di media sosial juga diatur dalam undang-undang di banyak negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, tindakan ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE, yang mengatur tentang Melakukan penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain, Melakukannya dengan sengaja, Melakukannya dengan menuduhkan sesuatu hal, Melakukannya dengan maksud agar hal tersebut diketahui umum, Melakukannya dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Dalam pembahasan ini, isu locus delicti (tempat terjadinya kejahatan) memiliki peranan penting dalam menentukan yurisdiksi dan prosedur hukum yang berlaku dalam suatu kasus pencemaran nama baik. Locus delicti merujuk pada lokasi atau tempat di mana tindakan pidana dilakukan. Dalam kasus pencemaran nama baik yang terjadi melalui media sosial atau platform digital, masalah locus delicti menjadi lebih kompleks, karena media sosial memungkinkan informasi untuk menyebar dengan cepat dan tidak terbatas pada satu lokasi geografis tertentu.
Isu ini muncul karena, meskipun pencemaran nama baik terjadi secara elektronik dan bisa dilakukan dari mana saja, dampaknya bisa dirasakan di lokasi yang berbeda dari tempat asal penyebaran informasi tersebut.
Adapun satu kasus terjadi yang berkaitan dengan isu diatas, Kasus ini bermula pada saat saksi X bersama dengan saksi Y dan saksi Z yang merupakan anggota polri yang bertugas pada Subdit IV Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya melakukan patroli cyber di media intenet dikantor Subdit IV Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya, menemukan berita berita hoax tentang kapolri perintahkan tembak ditempat, kemudian setelah saksi menemukan berita tersebut saksi membuat laporan hasil penyelidikan kepada pimpinan yang selanjutnya saksi diperintahkan untuk menelusuri di media sosial tentang berita ataupun video berkaitan dengan ucapan Kapolri perintah tembak ditempat dan ditemukan di media sosial ada Group WhatsApp dengan nama JN yang mana dalam Grup WhatsApp tersebut ada kontak dengan nama AG yang mendistribusikan atau mentransmisikan video Kapolri yang berbicara dengan anggota polisi yang telah di edit dengan durasi 9 (sembilan) detik dengan kalimat yang diucapkan oleh Kapolri “Masyarakat boleh gak ditembak?“ Dijawab oleh anggota polisi “Siap boleh jendral”. Selanjutnya para saksi menelusuri kembali media sosial untuk mencari video yang benar dan ditemukan ada akun chanel youtube CM berisikan video berdurasi 15 (lima belas) detik dengan judul ”ini video panjangnya, dimana jenderal T (Kapolri) perintahkan tembak masyarakat.

Baca juga :  Selamat Datang Kapolda Jatim baru Irjen Pol Teddy Minahasa Putra

Selanjutnya para saksi menjelaskan perbedaan video berdurasi 9 detik yang ditransmisikan oleh AG dan video berdurasi 15 detik dari akun chanel youtube CM :

  • Video 9 detik yang ditransmisikan oleh AG dengan kalimat : ”Masyarakat boleh gak ditembak?” Dijawab oleh anggota polisi ”Siap boleh jendral”
  • Video 15 detik : ”Saksi mau tanya, kalau dilapangan tiba-tiba ada orang bawa parang mau membunuh masyarakat boleh gak ditembak?” Dijawab oleh anggota polisi ”Siap boleh jendral”
    Pencemaran nama baik yang terjadi dalam kasus ini merupakan berita bohong yang dapat membuat masyarakat menjadi benci kepada polisi dan membuat Institusi Kepolisian tidak dipercaya oleh masyarakat karena makna yang dapat disangka oleh masyarakat ketika masyarakat mendengarkan video berdurasi 9 (sembilan) detik tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Kapolri memperbolehkan anggotanya (Polisi) menembak masyarakat tanpa ada sebab dan akibat
  2. Polisi arogan dan main tembak saja
  3. Tidak ada hukum yang berlaku di Indonesia ketika polisi main tembak masyarakat

AG selaku terdakwa ditangkap di Bangkalan selaku tempat tinggalnya kemudian sidang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kewenangan relatif ini berdasar tempat tinggal sebagian besar para saksi atau saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan mengadili. Asas ini diatur dalam Pasal 84 Ayat (2) KUHAP (dan sekaligus mengecualikan atau menyingkirkan asas locus delicti) yang berbunyi :

“Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.”

Kasus pencemaran nama baik yang melibatkan media sosial memunculkan tantangan tersendiri dalam menentukan locus delicti atau tempat terjadinya perbuatan pidana. Locus delicti adalah unsur penting dalam penuntutan suatu perkara, karena ia berkaitan langsung dengan yurisdiksi pengadilan yang berwenang. Namun, dalam konteks media sosial yang bersifat global dan dapat diakses kapan saja dari mana saja, penentuan locus delicti menjadi sangat kompleks. Kesulitan utama yang sering kali muncul dalam isu ini antara lain dikarenakan adanya sifat global dalam media sosial, tidak adanya batasan wilayah yang jelas, faktor platform media sosial, maupun penyebaran informasi tanpa batasan waktu. Dalam menghadapi kesulitan ini, pengadilan dan pihak yang berwenang harus lebih fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan dinamika hukum dunia maya. Pendekatan yang lebih komprehensif perlu diterapkan agar proses hukum dalam kasus pencemaran nama baik melalui media sosial dapat berjalan dengan adil dan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada.

Share to

Related News

Mahasiswa Kuliah Kerja Praktek Ditresnar...

by Mar 18 2025

Penulis Artikel : Shaskia Nabilla Miranda, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...

Restorative Justice bagi Pengguna Narkot...

by Mar 18 2025

Penulis Artikel : Gusti Rizky Dwi Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...

Bukti Digital Dalam Persidangan : Apakah...

by Mar 18 2025

Penulis Artikel : Muhammad Aldi Kurniawan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...

Menggali Peran Notaris dan PPAT: Kunci K...

by Mar 18 2025

Penulis Artikel : Farah Salsabilla Azura Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945...

Tempuh Kuliah Kerja Praktik Pada Kantor ...

by Mar 17 2025

Penulis Artikel : Tegar Satria DewaMahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas 17 ...

Penegakan Hukum Keimigrasian Pada Perkar...

by Mar 17 2025

Penulis Artikel : Seza Aulia Gusti Kurnia, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Sura...

No comments yet.

Sorry, the comment form is disabled for this page/article.
back to top